Kitab Qotrul Goes (bagian 3)


 Bagaimana cara beriman kepada Alloh 

Jawaban dari pertanyaan diatas adalah  jika kita mengatakan bahwa sesugguhnya Alloh Swt adalah dzat  Esa, artinya adalah  Alloh Swt dzat yang satu dengan sifat-sifat yang  wajib dan mustahil ada pada dzat-Nya tidak ada sekutu bagi-Nya, yang maha hidup dengan sifat kehidupan yang qodim yang berdiri dengan dzat-Nya, tidak dengan ruh, yang maha tahu dengan pengetahuan yang bersifat qodim yang berdiri dengan dzatNya, meliputi perkara yang wajib, jaiz, dan mustahil yang maha kuasa dengan kekuasaan yang bersifat qodim yang berdiri dengan dzat-Nya tidak membutuhkan pelaksanaan proses atau perantara, pada kudratnya  Alloh Swt tidak ditemui adanya sifat lemah. kudrat-Nya meliputi  perkara-perkara yang mungkin, Alloh juga dzat yang berkehendak dengan kehendak yang bersifat qodim yang berdiri dengan dzat-Nya yang maha mendengar terhadap semua obyek pendengaran dengan pendengaran yang bersifat qodim,
tetap dan berdiri dengan dzat-Nya. Alloh juga bersifat melihat terhadap setiap obyek penglihatan dengan sifat penglihatan yang qodim, dan berdiri dengan dzat-Nya maha berbicara dengan sifat kalam yang qodim, tetap, berdiri pada dzat-Nya, yang mana kalam tersebut tidak berwujud huruf, suara dan juga tidak di dahului ketiadaan dan juga tidak bertemu ketiadaan yang berhubungan dengan perkara yang wajib seperti firman Alloh “Sesungguhnya aku adalah Alloh tidak ada tuhan yang berhak untuk disembah kecuali aku maka sembahlah aku” begitu juga tidak bertemunya sifat kalam dengan ketiadaan yang berhubungan dengan perkara yang mustahil seperti firman Alloh Swt “ Sesungguhnya Alloh adalah yang nomor tiga diantara tiga Tuhan “ begitu juga sifat kalam tidak bertemu ketiadaan dengan perkara yang jaiz bagi Alloh seperti firman Alloh “ Alloh menciptakan kalian dan menciptakan apa yang kalian lakukan, kesimpulan yang sohih adalah bahwa apa yang ditunjukkan oleh lafal-lafal yang kit abaca itu berhubungan dengan kalam Alloh yang berbangsa nafsi yang bersifat qodim sebagai mana pendapat Imam Ibnu Qosim dan telah disepakati oleh seluruh Ulama mutaakhirin, dan ketika Imam Nawawi ditanya tentang Al-quran apakah ia qodim ataukah hadist (baru) maka beliau menganjurkan untuk meminta penjelasan terhadap penanya , apa bila si penanya (sail) mengatakan yang dikehendaki dengan Alquran adalah suatu dzat yang berdiri dengat dzatnya Alloh dan hal itu menunjukkan terhadap sesuatu yang ada diantara kita maka Al-quran dihukumi qodim dengan sifat qodimnya dzat. karena Al-quran itu adalah termasuk jumlah dari sifat-sifat dzatnya Alloh yang harus ada , dan apa bila si penanya (sail) mengatakan bahwa yang dikehendaki dengan Al-quran adalah apa yang ada diantara dua lipatan kertas yang berisi tulisan-tulisan maka Al-quran adalah hadist (baru)  dengan sebab sifat baru yang dimiliki oleh tulisan , sama juga adalah lafal-lafal Alquran yang bersifat hadist (baru) dan apa bila ada orang yang mengatakan  bahwa yang diinginkan dengan Alquran adalah apa yang ditunjukkan dengan maksud Al-quran maka sesungguhnya sesuatu yang menunjukkan pada dzatnya Alloh, atau salah satu sifat dari sifat Alloh atau menceritakan keadaan dzat Alloh Swt maka jika hal ini yang diinginkan, maka Al-quran dihukumi qodim, dan apa bila yang ditunjukkan dengan maksud al-quran adalah menunjukkan pada perkara-perkara hawadist (baru-baru) ataupun sifat-sifat  perkara yang hadist semisal dzat-dzat serta sifatnya makhluk, sebagaimana ketidak tahuan kita ataupun pengetahuan kita maka hal ini adalah yang dimaksud dengan sifat hadistnya alquran, begitu juga hikayat-hikayat yang menceritakan perkara yang hawadist (baru-baru) yang mana ibarat-ibarat tersebut disebut dengan kalam Alloh Swt, alasanya karena ibarat tersebut menunjukkan sifat kalamnya Alloh Swt, karena sesungguhnya maknanya kalam itu bisa dipahami bila disajikan dalam bentuk ibarat-ibarat, dan apa bila Alloh didalam mengibaratkan kalamNya dengan bahasa arab maka kalam itu yang dinamakan Al-quran, dan bila Alloh didalam mengibaratkan kalamNya dengan bahasa Ibrani, yang merupakan bahasa Yahudi maka kalam itu dinamakan Taurat, dan apa bila Alloh didalam mengibaratkan kalamNya dengan bahasa Suryani maka kalam itu dinamakan Injil dan Zabur, sementara perbedaan ibarat-ibarat itu tidak menjadikan adanya perbedaan kalamnya Alloh, seperti halnya Alloh menyebut beberapa ibarat-ibarat yang berbeda, sementara dzatnya Alloh adalah Esa. Alloh adalah dzat yang kekal dengan dzatnya yang tinggi dalam arti dzatnya Alloh menetapi pada sifat wujud, yang tidak mengalami kerusakan, sekaligus Alloh adalah maha mencipta, atau dalam kata lain Alloh adalah dzat yang banyak didalam menampakkan hal-hal yang maujud, dengan sifat kudratNya, Alloh adalah dzat yang banyak menakdirkan setiap segala sesuatu, dengan takdir yang tertentu dengan sifat irodahNya, Alloh adalah maha pemberi rizki dalam arti Dialah yang menciptakan rizki-rizki, dan yang menciptakan orang yang menerima rizki sekaligus dengan menciptakan media yang bisa mendatangkan rizki pada makhluk, yang disebut dengan rizki itu tidak terbatas dengan hal makanan ataupun minuman, tetapi adalah setiap segala sesuatu yang bisa diambil manfaatnya  oleh makhluk hidup, yang terdiri makanan minuman pakaian dan selain itu, dan termasuk rejeki yang paling agung adalah taufik dari Alloh untuk bisa melakukan ketaatan, rejeki itu terbagi atas dua macam yaitu rejeki yang berupa sesuatu yang nampak (dhohir) ia terdiri dari makanan yang bisa menimbulkan kekuatan dan itu yang menghaki adalah badan, sedangkan rejeki yang berupa sesuatu yang batin itu adalah hal-hal yang bersifat pengetahuan, dan juga mukasyafah atau terbukanya hati seorang hamba, dan rejeki batin ini yang menghaki adalah hati dan jiwa, dan hendaklah diketahui bahwasanya Alloh Swt adalah dzat yang mendatangkan rejeki kepada semua makhluk, sementara hal yang bisa memudahkan rejeki adalah memperbanyak sholat sebagai mana firman Alloh yang berarti “ Dan perintahlah keluargamu dengan melakukan Sholat serta sabar dalam menjalankan sholat “ kemudian juga hal yang bisa memudahkan rejeki adalah memperbanyak membaca sholawat dan Istigfar. Alloh Swt sebagai Rabb yang maknanya adalah dzat yang disembah hal itu bisa diketahui jika kita mengatakan “Robbuna Alloh” Tuhan kita adalah Alloh, dzat yang memiliki hal itu ditunjukkan dengan firman Alloh “Lillahi maa fi Al-Samawaati wamaa fil Al-Ardli” kepunyaan Alloh adalah segala apa yang ada dilangit dan apa yang ada dibumi. Alloh dzat yang tidak ada sekutu baginya atau hal yang menyerupainya dalam sifat ketuhanan, tidak ada hal yang menyamaiNya dan tidak ada orang yang menyamainya, kemudian perbedaan makna dari istilah Syabih, Al-Nadzir, Al-Mumatsil adalah bila Al-Nadzir adalah persamaan walaupun hanya dalam satu segi, sedangkan Syabih adalah persamaan  dalam hal paling banyak dari segi-segi, sementara Al-Mumaatsil adalah bila persamaan itu terjadi dalam semua segi, menurut Imam Al-Barowi tidak boleh meneliti secara mendetail dari dzat-dzat Alloh begitu juga dengan sifat-sifat Alloh dengan alasan bahwa meninggalkan penelitian secara mendetail yang bersifat membingungkan adalah sudah cukup untuk menemukan Alloh karena Alloh dzat yang jelas, sementara pembahasan secara mendetail terhadap dzat Alloh dan sifatNya adalah musyrik dan setiap hal yang terlintas dihati kita dari sifat-sifat Alloh yang bersifat hawadist (baru) maka Alloh adalah tentunya berbeda dari apa yang tersirat didalam hati kita, ada satu faidah yang bisa diambil dari sebuah ungkapan barang siapa yang meninggalkan empat kalimat maka sempurna imannya, dimana Alloh, bagaimana Alloh, kapan Alloh ada, dan berapa jumlah Alloh, sehingga bila ada pertanyaan “dimana Alloh ? “ maka jawabnya adalah sesungguhnya Alloh tidak menetapi suatu tempat dan Alloh tidak melewati padaNya waktu/ zaman, dan apabila dikatakan “Bagaimana Alloh ?” maka jawabnya “Tidak ada sesuatupun yang menyerupai Alloh, dan apa bila dikatakan “Kapan Alloh ada ?” maka jawabnya “Alloh adalah dzat yang Awal tanpa permulaan dan akhiran tanpa batas begitu juga bila dikatakan “berapa Alloh ?” maka jawabnya “ Alloh adalah dzat yang satu bukan merupakan dari pengurangan, maka katakanlah “Dia adalah Alloh yang maha Esa”.

No comments: